skip to main | skip to sidebar

Infrastruktur Undang-Undang Desa

  • Entries (RSS)
  • Comments (RSS)
  • Beranda
  • Seputar islam
  • Motivasi
  • civil

Tuesday, 4 March 2014

Mengenal Diri Melalui Sifat Dan Af'al Allah

Posted by Unknown at 21:21 Labels: Seputar Islam

Dalam sebuah hadis yang cukup populer di kalangan kaum Sufi dinyatakan bahwa: “Man ‘arafa nafsah faqad ‘arafa rabbah”, (Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka sungguh mengenal Tuhannya). Hadis populer ini mengisyaratkan bahwa pengenalan diri merupakan suatu yang penting dilakukan, karena dengan pengenalan diri berarti membuka sambungan untuk mengenal Tuhan. Pengenalan diri dapat dilakukan dengan melakukan tiga tahapan penyempurnaan diri yang di dalam tasawuf dinamakan takhalli, tahalli, dan tajalli.


Tahapan pertama takhalli. Perkataan takhalli secara bahasa berarti proses pengosongan. Istilah ini di dalam tasawuf mengandung penegertian mengosongkan diri dari berbagai penyakit hati. Pengosongan diri mengandung arti pembersihan dan penyempurnaan diri atau jiwa kita. Ada beberapa tahap pembersihan diri dan penyempurnaannya. Pertama, membersihakan diri dengan memurnikan keyakinan dari kemusyrikan, yakni tindakan, perkataan, dan keyakinan yang menjurus kepada menyekutukan Allah. Semua orang yang benar-benar beriman kepada Allah, beramal saleh, dan membenarkan para Rasul, menurut ‘Abd al-Fattah ‘Abd Allah, barakah termasuk ke dalam kelompok ahl al-tawhid (orang yang bertauhid). Dengan memurnikan keyakinan dari kemusyrikan berarti memurnikan tauhid kepada Allah, dan dengan demikian ahl al-tawhid memperoleh anwar al-mahabbah (cahaya cinta) yang disebabkan oleh tauhidnya kepada Allah; namun, jiwanya masih tetap dikuasai oleh berbagai dorongan rendah.
Kedua, membersihkan diri dengan menyembuhkan berbagai penyakit hati yang di dalam tasawuf dinamakan tazkiyat al-nafs (pembersihan jiwa). Pembersihan diri dari berbagai penyakit kalbu harus berpangkal dari adanya kesadaran bahwa suasana keruhaniahan kita diselimuti oleh dosa-dosa dan maksiat yang melekat pada diri kita, serta ada kesungguhan untuk membersihkannya. Di antara amaliah ketasawufan yang tergolong ke dalam tahapan takhalli adalah: Taubat secara benar dan konsisten; memperbanyak membaca istihgfar dengan menghayati maknanya secara mendalam; serta memperbanyak berddzikir kepada Allah baik secara lisan maupun secara khafi (tersembunyi) di dalam kalbu.

Tahapan kedua, tahalli. Perkataan tahalli secara bahasa berarti proses menghiasi atau memperindah sesuatu. Adapun yang dimaksud dengan tahalli dalam tasawuf adalah menghiasi atau memperindah jiwa kita dengan kesucian. Dari jiwa atau hati yang suci akan memancar akhlak mulia, dalam hubungan dengan Allah, maupun dalam hubungan dengan sesama manusia dan alam semesta. Ada beberapa hal penting yang perlu dibiasakan di dalam hidup agar kita dapat melakukan tahalli yakni menghiasi atau memperindah diri, jiwa, atau hati dengan upaya-upaya sebagai berikut:
Pertama, melatih diri untuk merasakan kefakiran. Istilah kefakiran merupakan istilah Al-Qur`an. Perkataan fakir atau kefakiran berasal dari kata kerja di dalam bahasa Arab faqara yang berarti: membutuhkan. Dari kata kerja faqara kemudian terbentuk kata sifat faqir dalam bentuk tunggal yang berarti seorang yang membutuhkan, dan fuqara` dalam bentuk jamak yang berarti orang-orang yang membutuhkan. Istilah ini di dalam Al-Qur`an digunakan dalam dua katagori, katagori ekonomi dan katagori eksistensial. Secara ekonomi istilah faqir atau fuqara mengandung pengertian seorang atau sekelompok orang yang penghasilan hariannya tidak mencukupi kebutuhan fisik minimumnya. Oleh karena itu lapisan masyarakat yang tergolong faqir atau fuqara membutuhkan bantuan finansial, modal usaha, atau keterampilan kerja untuk mengembangkan tarap hidupnya yang wajar. Kaum Muslimin yang tergolong faqir atau fuqara ini berhak menerima zakat, infaq, dan shadaqah dari sesama kaum Muslimin yang mampu sebagai bentuk solidaritas sosial di antara saudara seiman.

Sementara itu istilah faqir atau fuqara dilihat dari eksistensi manusia di hadapan Allah mengandung pengertian bahwa manusia secara universal membutuhkan Allah. Pada hakekatnya tidak ada seorang atau sesuatu pun di antara makhluk Tuhan ini yang tidak membutuhkan Allah. Keberadaannya sangat tergantung kepada eksistensi Allah. Manusia membutuhkan kasih sayang, rahmat, pertolongan, perhatian, bimbingan, petunjuk, ampunan, kerelaan, cinta, dan kedekatan kepada Allah. Faqir atau fuqara dalam pengertian ini ditegaskan di dalam Al-Qur`an sebagai berikut: “Wahai seluruh umat manusia, kalian membutuhkan Allah; sedangkan Allah, Dia itu Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (Q.S. Fâthir: 15)
Ketika para sufi mengembangkan gaya hidup yang penuh dengan kefakiran; maka yang dimksud bukanlah kefakiran dalam katagori sosial ekonomi, melainkan kefakiran secara eksistensial. Mereka mengajak kaum Muslimin untuk menyadari eksistensi diri kita sebagai hamba dalam berhubungan dengan Allah, Sang Maha Pencipta. Dengan mengembangkan kesadaran kefakiran, maka akan tertolak di dalam diri kita perasaan istaghna merasa cukup dengan akal budi, kecerdasan, pengalaman, intuisi, dan materi, pangkat, wibawa, kharisma, pengaruh, dan jabatan yang sudah dimiliki sehingga tidak membutuhkan dan tidak perlu melibatkan Tuhan dalam kehidupan ini. Manusia yang bersikap istaghna terhadap Allah dikecam oleh Al-Qur`an sebagai berikut: “Adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala yang baik; maka kelak Kami (Allah) akan menyiapkan baginya kehidupan yang sukar”. (Q.S. 92: 8-10) “Ketahuilah, sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas; karena dia memandang dirinya serba cukup Sesungguhnya hanya kepada Allah, Tuhanmu, kamu akan mudik (Q.S. 96: 6-8)

Kedua, melatih diri untuk merasakan, memupuk, dan mengembangkan kesabaran. Perkataan shabr dalam Al-Qur`an mengandung pengertian: keteguhan hati, kekokohan mental, keuletan, dan daya tahan yang tangguh. Shabr termasuk mentalitas para utusan Allah (Q.S. 46: 35). Orang-orang beriman dipesan agar memiliki mental shabr sebagaimana para Rasul Allah (Q.S. 3: 200) serta dipesan untuk saling mewasiatkan kepada kesabaran. (Q.S. 90: 17 dan Q.S. 103: 3). Sebab kesabaran itu indah (Q.S. 12:18 dan 83). Shabr pun merupakan media untuk memperoleh pertolongan Allah dan merasakan kekhusyuan dalam shalat. (Q.S. 2: 45 dan 153).

Syaikh Abdul Qadir al-Jailani (w. 1166 M./561 H.) membagi shabr dalam tiga tingkatan: Pertama, shabr untuk Allah, yakni keteguhan hati dan kekuatan mental dalam melaksanakan segala perintah Allah dan dalam menjauhi segala larangan. Kedua, shabr bersama Allah, yaitu keteguhan hati dan kekuatan mental di dalam menerima kesagala ketentuan Allah yang diberlakukan kepada hamba-hamba-Nya. Ketiga, kesabaran atas Allah, yaitu keteguhan hati dan kekuatan mental terhadap apa yang dijanjikan Allah, berupa rizki, kelapangan, kecukupan, pertolongan, yang akan diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang saleh di dunia dan akhirat.
Kesabaran merupakan kunci kesuksesan. Untuk meraih karunia Allah yang besar, mendekatkan diri kepada-Nya, memperoleh kedudukan terhormat di sisi-Nya, meraih cinta-Nya, dan mengenal-Nya secara mendalam, bahkan merasakan bersatu bersama-Nya hanya dapat diraih melalui kesuksesan dalam maqâm shabr. Nabi bersabda: “Seorang hamba Allah tidak akan memperoleh suatu kebahagiaan, sebelum harta dan fisiknya diuji. Sebab Allah jika mencintai seorang hamba akan mengujinya dengan berbagai cobaan. Sebab itu jika Allah menguji betrsabarlah” (H.R. Tirmidzi)

Ketiga, merasakan kematian sebelum datangnya kematian. Hal ini bisa kita renungkan dari hadis qudsi yang memaparkan firman Allah kepada Nabi Daud sebagai berikut: “Apabila hambaku dikusai oleh kerinduan kepadaku dan menyibukkan hatinya dengan diri-Ku, maka Aku jadikan ketenteraman dan kenikmatannya dalam berddzikir kepada-Ku. Aku pun akan menjadikan dia senantiasa dalam kerinduan kepada-Ku. Aku akan mengangkat tirai yang menghalangi Aku dengan dia. Aku mencinatai dia dan dia mencintai-ku sehingga dia tidak pernah alpa ketika semua manusia alpa, dia tidak pernah lupa ketika semua manusia lupa, dia tidak pernah tergelincir ketika semua manusia tergelincir. Itulah orang-orang saleh yang sebenarnya”.

Tahapan ketiga, tajalli. Perkataan tajalli secara bahasa berarti proses penampakan. Adapun yang dimaksud tajalli di dalam tasawuf tiada lain adalah memancarnya sifat-sifat Allah yang terkandung di dalam Asma` al-Husna pada diri seorang hamba yang diperoleh setelah seorang merasakan cinta yang mendalam kepada Allah dan mengenal-Nya dengan pandangan hati, bukan dengan akal budhi dan pandangan lahir. Mahabbah dan ma’rifah dua hal yang bisa diperoleh setelah kalbu benar-benar dibersihkan dosa-dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil serta menghiasinya dengan akhlak terpuji secara istiqamah.

Sifat dan Af ‘al Allah
Sifat dan perbuatan atau af‘al Allah terangkun di dalam Asma` al-Husna yakni nama-nama Allah yang indah. Asma` al-Husna atau nama-nama Allah yang indah dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, kelompok nama-nama Allah yang menggambarkan kelembutan, kesantunan, cinta dan kasih sayang. Kelompok nama-nama Allah yang demikian dinamakan sifat-sifat Jamâliyyah Allah. Para peneliti tasawuf seperti Suchiko Murata memahami sifat-sifat Jamâliyyah Allah sebagai sifat feminin yang senantiasa memancarkan kelembutan, cinta, dan kasih sayang. Kedua, kelompok nama-nama Allah yang menggambarkan kegagahan, kekuatan, dan keperkasaan. Kelompok nama-nama Allah yang demikian dinamakan sifat-sifat Jalaliyyah Allah. Suchiko Murata memahami sifat-sifat Jalaliyyah Allah sebagai sifat maskulin yang senantiasa memancarkan kekuatan, keteguhan, keadilan, hukuman, dan keperkasaan. Kedua kelompok sifat Allah yang tercermin di dalam Asma` al-Husna ini tidak saling bertentangan atau kontradiktif, tetapi terpadu secara simponi dalam kesempurnaan Allah yang tercermin pada sifat Kamaliyyah Allah.

Dari sembilan puluh sembilan Asma` al-Husna yang disebut di dalam Al-Qur`an tujuh puluh dua nama menggambarkan sifat-sifat kelembutan, cinta, dan kasih sayang Allah yang termasuk ke dalam kelompok sifat-sifat Jamaliyyah Allah; sedangkan yang tergolong ke dalam kelompok yang menggambarkan kegagahan, kekuatan, dan keperkasaan Allah hanya dua puluh tujuh sifat yang dinamakan sifat-sifat Jalaliyyah Allah. Komposisi Asma` al-Husna yang lebih banyak menggambarkan sifat-sifat feminin Allah, menurut hemat penulis, menggambarkan bahwa kasih sayang Allah mendahului murka-Nya sebagaimana disebutkan di dalam hadis qudsi “sabaqat ghadlabi rahmati” (rahmat-Ku mendahului murka-Ku).
Berkenaan dengan Allah dan nama-nama Allah atau Asma` al-Husna Rasulullah saw. mengingatkan kaum Muslimin dengan sabda beliau: “takhallaqû bi akhlaq Allah” (Berakhlaklah kalian dengan akhlak Allah). Sabda Rasulullah saw. ini mengandung beberapa pelajaran yang sangat berharga berkenaan dengan cara kita merespon sifat dan perbuatan Allah. Pertama, sebaiknya kita senantiasa menyebut dan memanggil Tuhan dengan Asma` al-Husna, baik yang tergolong ke dalam sifat Jamaliyyah maupun yang tergolong ke dalam sifat Jalâliyyah. Kedua kelompok Asma` al-Husna ini perlu dijadikan wirid ddzikir dan doa dalam kehidupan kita sehari-hari agar sifat-sifat Allah tersebut dapat diserap oleh quwwat al-dzawqiyyah (kecerdasan emosi) dan quwwat al-ruhiyyah (kecerdasan spiritual) kita.

Kedua, orang beriman yang sering menyebut dan memanggil Tuhan melalui Asma` al-Husna diharapkan dapat mengidentikan diri dan menyesuaikan sifat dan karakteristiknya dengan sifat dan karakter Tuhan. Apabila proses internalisasi nama-nama Allah sudah masuk ke dalam kesadaran seorang hamba, maka sifat, karakter, dan perbuatan hamba tersebut akan mencerminkan akhlak Allah. Bagi orang beriman, Allah dapat menjadi teladan dalam kehidupan sehari-hari, bahkan dalam menyikapi berbagai persoalan kemanusiaan yang terkadang membingungkan dan penuh tanda tanya besar.

Hal ini tidak berarti bahwa manusia dapat menirukan sifat dan perbuatan Allah secara penuh dan total sehingga sifat dan perbuatannya sama sebangun dengan sifat dan perbuatan Allah. Ada beberapa persoalan mendasar yang perlu dipahami dengan sebaik-baiknya.
Pertama, Allah memiliki sifat Kamaliyyah yakni kemaha sempurnaan, sedangkan manusia memiliki sifat kekuarangan. Oleh karena itu, suatu hal yang mustahil secara aqli, manusia dapat menirukan sifat dan perbuatan Allah secara penuh dan total.
Kedua, manusia memiliki keunggulan-keunggulan kompetitif dibandingkan dengan makhluk Allah yang lain dalam hal kemampuan dan kesiapan (al-isti‘dad) untuk mengidentikan diri dan menyesuaikan sifat dan karakteristiknya dengan sifat dan karakter Allah.
Ketiga, manusia memiliki kemampuan untuk menyempurnakan secara terus menerus proses internalisasi kalimat Allah di dalam dirinya, mengidentikan diri dan menyesuaikan sifat dan karakteristiknya dengan sifat dan karakter Allah. Dengan demikian, maka perjalanan ruhani setiap orang yang beriman, berilmu, dan beramal akan mengalami takammulat, yakni proses terus menerus menuju kepada kesempurnaan sepanjang hidupnya.
Keempat, manusia yang satu dengan manusia yang lain memiliki sifat tafâdhul, yakni kelebihan-kelebihan tersendiri sehingga memungkinkan terjadinya kompetisi dalam menyerap dan menirukan sifat dan perbuatan Allah.
Kelima, kemampuan dan kesiapan (al-isti‘dad), takammulat, yakni proses terus menerus menuju kepada kesempurnaan, serta kompetisi dalam menyerap dan menirukan sifat dan perbuatan Allah tergantung kepada kualitas kalbu setiap orang beriman. Apabila seorang memperbaiki kualitas iman, memperbaiki kualitas amal, meningkatkan kualitas komunikasinya dengan Allah, meningkatkan kualitas pelayanan dan kualitas silaturahmi kepada sesama manusia, serta melakukan tahapan-tahapan takhalli, tahalli, dan tajalli dengan sebaik-baiknya, maka kalbu orang itu akan menjadi putih, bersih, jernih, bening, dan bercahaya sehinga lebih banyak meyerap sifat dan perbuatan Allah, memahaminya secara mendalam, dan memantulkan kemabali sifat dan perbuatan Alah di dalam sikap dan perilakunya kepada sesama umat manusia.

Aplikasi Sifat dan Af ‘al Allah dalam Kehidupan
Sifat dan perbuatan Allah terpadu secara simponi di dalam al-Asma` al-Husna (nama-nama-Nya yang indah) sebagaimana telah disebutkan di atas. Manusia banyak yang namanya indah, tetapi sifat dan perbuatannya tidak mencerminkan keindahan namanya. Seorang yang bernama Hasan (baik atau indah), tidak selalu memiliki sifat dan perbuatan yang baik atau indah. Lain halnya dengan Allah. Dia Tuhan yang bernama dan bersifat al-Rahman (Yang Maha Pengasih), maka perbuatan-Nya adalah mengasihani seluruh makhluk-Nya dengan kasih sayang yang sempurna. Allah senantiasa memberikan kepada manusia apa yang dibutuhkan manusia dalam hidupnya sebelum manusia mampu mengajukan permohonan kepada Allah, bahkan jauh sebelum manusia dapat menyusun daftar kebutuhan di dalam hidupnya. Allah memberikan hidup kepada manusia dengan cuma-cuma, sebelum manusia mengetahui indahnya hidup. Allah membekali hidup manusia dengan berbagai fasilitas yang sangat berharga.

Pertama, Allah membekali hidup manusia dengan quwwah al-fikriyyah, yakni kekuatan, kemampuan atau kecerdasan untuk berfikir yang di dalam istilah psikologi disebut kecerdasan intelek (IQ) sehingga manusia dapat mengembangkan pengetahuan tentang kehidupan di sekitarnya. Manusia dapat mengenal dirinya, lingkungannya, alam semesta, dan jagat raya. Hidup manusia dengan kecerdasan yang dimilikinya dan dikembangkan secara terus menerus melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman menjadi mudah karena pengenalannya terhadap alam dan lingkungan hidupnya.

Kedua, Allah membekali hidup manusia dengan quwwah al-dzawqiyyah yang di dalam istilah psikologi disebut kecerdasan emosi (EQ) yakni kekuatan, potensi atau kemampuan untuk mengembangkan rasaning rasa kemanusiaan yakni kepekaan dan kesadaran tentang dirinya sebagai hamba Allah; kepekaan dan kesadaran tentang dirinya sebagai makhluk sosial; serta kepekaan dan kesadaran tentang vissi dan missi hidupnya sebagai khalifah Allah di muka bumi.

Ketiga, Allah membekali hidup manusia dengan quwwah al-ruhiyyah yang di dalam istilah psikologi disebut kecerdasan spiritual (SQ) yakni kekuatan, potensi atau kemampuan untuk merasakan dan menghayati jejak-jejak Tuhan di dalam hidup ini. Manusis memilikik modal, potensi, dan kemampuan untuk berhubungan secara langsung, personal, dan spesial dengan Tuhan. Kekuatan ruhaniah yang ada di dalam dirinya dapat dikembangkan untuk menghayati dan merasakan kehadiran Allah dalam kehidupan kita sehari-hari. Di dalam Surat al-Anfal ayat 2 dinyatakan: “Sesungguhnya orang-orang yang percaya kepada Allah, apabila Allah atau nama-nama Allah disebut, maka kalbunya gemetar karena merasakan kedekatan Allah dengan manusia dan menghayati kehadiran-Nya di dalam kehidupan ini. Apabila ayat-ayat Allah dibacakan, maka keimanannya kepada Allah bertambah kuat. Demikian juga pegangannya kepada Allah di dalam hidup ini bertambah kokoh”.
Dia Tuhan yang bernama dan bersifat al-Sattar (Yang Maha Menutupi), maka perbuatan-Nya adalah menutupi aib seluruh makhluk-Nya dengan cara yang sempurna. Ada beberapa contoh perbuatan Allah yang sengaja menutupi berbagai keadaan di dalam diri manusia sehingga manusia merasakan kenikmatan dan kenyamanan di dalam hidupnya. Pertama, Allah sengaja menjadikan kulit manusia tidak transparan seperti tabung kaca, tetapi menutupi bagian dalam tubuh kita. Sekiranya kulit manusia seperti kaca, maka kita dapat melihat darah yang mengalir pada tubuh kita. Kita pun dapat melihat berbagai anatomi tubuh dengan jelas dan menyaksikan bagaimana organ tubuh bagian dalam bekerja. Isi perut dapat dilihat dengan transparan Berbagai makanan yang sudah bercampur dan mengalir didalam usus dapat kita lihat dengan terbuka. Tentu kita merasa jiji melihat tubuh kita sendiri, apalagi melihat tubuh orang lain. Kita tidak dapat bergaul dan bersahabat dengan orang lain, karena terganggu oleh tubuhnya yang transparan.

Oleh karena itu, perbuatan Allah menutupi tubuh kita dengan kulit merupakan kenikmatan tersendiri bagi manusia. Tubuh manusia terlihat indah karena tertutup oleh kulit yang halus dan mempesona. Kita mengetahui apa dan bagaimana bagian dalam tubuh manusia melalui pelajaran ilmu hayat yang sekarang dinamakan biologi atau melalui gambar-gambar alat peraga di Fakultas Kedokteran, tetapi kita tidak dapat melihatnya secara langsung sehingga pemandangan kita di dalam kehidupan sehari-hari tidak terganggu. Tidak terbayangkan apa yang akan terjadi di dalam kehidupan ini, jika Allah tidak memiliki sifat dan nama al-Sattar yang pekerjaan-Nya menutupi aib hamba-hamba-Nya.

Kedua, sengaja Allah menciptakan mekanisme lupa di dalam diri manusia. Berbagai memori di dalam hidup manusia disimpan dengan rapi, tetapi kita tidak dapat mengakses seluruhnya dengan baik. Banyak pengalaman, kejadian, dan berbagai peristiwa di dalam hidup yang tidak dapat diingat kembali dengan sempurna. Kenyataan ini membawa manfaat yang besar di dalam hidup manusia. Sekiranya kita dapat mengingat berbagai peristiwa, pengalaman, dan kejadian di masa lalu secara keseluruhan dengan lengkap, tentu hidup kita akan terganggu oleh memori di masa silam yang tidak menyenangkan. Kita tidak akan dapat tidur dengan nyenyak. Hidup kita akan mengalami kegelisahan-kegelisahan yang dahsyat karena pengalaman pahit yang mengerikan. Manusia akan mengalami trauma yang berkepanjangan. Sudah dapat dipastikan bahwa hal ini merupakan gangguan kejiawaan yang besar. Secara sosial, hidup dengan mengakses terhadap seluruh peristiwa, pengalaman, dan kejadian di masa lalu secara keseluruhan, terutama pengalaman pahit yang mengerikan, akan menjadikan hidup ini terasa sempit. Kita tidak dapat bergaul dengan nyaman, karena terganggu oleh pengalaman buruk yang dapat diingat dengan detil.

Allah tidak menghendaki kesulitan di dalam hidup ini. Oleh karena itu, sengaja Allah menciptakan mekanisme lupa di dalam diri manusia dengan menutup memori itu sehingga tidak dapat diakses seluruhnya. Allah memang al-Sattar (Yang Maha Menutupi) sehingga manusia merasakan keindahan dan kenyamanan di dalam hidup ini. Lupa terhadap seluruh memori merupakan masalah tersendiri, tetapi dapat mengingat sebagian dan luapa terhadap sebagian lain merupakan kenikmatan tersendiri yang sengaja diciptakan Allah untuk kepentingan hidup manusia.

Ketiga, Allah sengaja menciptakan suatu ruang di dalam diri manusia untuk merasahasiakan sesuatu kejadian, peristiwa, atau pengalaman di dalam hidup yang tidak pantas diketahui orang lain. Sekiranya Allah tidak menciptakan tempat yang rahasia dan tersembunyi di dalam diri manusia, serta tidak ada ruang yang tertutup, tentu kita kehilangan muka di depan orang banyak. Semua, dosa, noda, kekurangan, kecurangan, keculasan, kelicikan, keburukan, kejahatan, kedengkian, dan berbagai penyakit hati yang tersembunyi di dalam diri kita dapat diketahui orang lain dengan transparan. Allah Sattar al-‘uyub (Dzat Yang Maha Menutupi Aib hamba-hamba-Nya) dari pandangan manusia sehingga semua aib itu menjadi persoalan yang sanagt personal di antara hamba dengan Tuhan. Tidak ada yang mengetahui rahasia yang tersembunyi di dalam hati kecuali diri kita sendiri dengan Allah. Adapun bagi Allah tidak ada satu ruang kecil pun yang tertutup dari pantauan, pengawasan, dan pengetahuan-Nya.

Dengan mengucapkan al-Asma` al-Husna, nama-nama Tuhan yang berjumlah sembilan sepuluh sembilan; memahami maknanya; mendalami kandungan filosofinya; merasakan keindahan asma` Allah, meresapkan pancaran kasih sayang dan kelembutan-Nya, dan menghayati kehadiran dan kedekatan-Nya dengan manusia seperti menghayati sifat al-Rahman dan al-Rahimnya Allah, maka seorang hamba yang beriman akan lebih mengenal eksistensi dirinya dalam hubungannya dengan Tuhan, manusia, dan alam sekitarnya. Ketiga potensi, kekuatan, kemampuan, atau kecerdasan yang terpendam di dalam dirinya, yakni quwwah al-fikriyyah atau kecerdasan intelek (IQ), quwwah al-dzawqiyyah atau kecerdasan emosi (EQ), dan quwwah al-ruhiyyah atau kecerdasan spiritual (SQ) secara garis dapat dikembangkan dan diaktualisasikan secara terus menerus dengan iman, ilmu, dan amal, tetapi secara khusus ketiga kecerdasan tersebut dapat diaktualisasikan dengan senantiasa ddzikir lisan dan ddzikir kalbu secara seksama dan simponi di dalam kehidupan sehari-hari.

Menyadari bahwa perbuatan Allah tercermin di dalam nama-nama-Nya yang indah (al-Asma` al-Husna) seperti al-Rahman dan al-Sattar, menurut hemat penulis, seorang insan yang beriman tentu akan berusaha merealisasikan nilai-nilai edukatif dan nilai-nilai filosofis al-Rahman dan al-Sattar di dalam kehidupan ini. Ia akan memantulan kasih kepada seluruh ummat manusia secara universal, tanpa membeda-bedakan agama, suku bangsa, ideologi, dan status sosial. Demikian juga dengan menghayati Tuhan al-Sattar, seorang hamba yang beriman akan berusaha memanfaatkan kesempatan dan peluang emas kebaikan Allah menutup aib hamba-hamba-Nya dengan bertobat dari berbagai dosa dengan tobat nasuha. Pada waktu yang sama ia pun akan membersihkan berbagai noda dan dosa akibat penyakit hati yang dideritanya dengan tindakan yang terencana, terpadu, dan terprogram dengan baik. Ia pun menyadari bahwa tindakan Tuhan menutupi aib hamba-hamba-Nya sebagaimana dipaparkan di atas ada batasnya. Di dalam Al-Qur`an Allah menyatakan: “Pada hari ketika semua rahasia manusia dibuka dengan seluas-luasnya. Pada hari itu bagi manusia tidak ada kekuatan dan pertolongan (untuk menutupi rahasia yang memalukannya)”. (Q.S. al-Thariq/86: 9-10) Hal ini terjadi pada hari kiamat, apabila ia selama hidup di dunia tidak bertobat dari dosa-dosanya dan tidak membersihakannya dengan sebaik-baiknya.

Ringkasnya, orang-orang beriman yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan memanggil dan menyebut nama Allah melalui wirid al-Asma` al-Husna secara rutin, serta diikuti dengan langkah-langkah berikut akan lebih mengenal dirinya. Pertama, berusaha memahami dan merasapkan filosofi sifat dan perbuatan Allah sebagaimana tercermin di dalam al-Asma` al-Husna. Kedua, melakukan tahapan-tahapan takhalli, tahalli, dan tajalli dengan sebaik-baiknya. Ketiga, berusaha dengan sungguh-sungguh untuk terus menerus mengidentikan diri kita dengan sifat dan karakter Allah dalam kehidupan ini. Keempat, melakukan evaluasi diri secara kritis dengan melakukan otokritik yang tajam serta senantiasa memperbaikinya dengan seksama. Kelima, bersedia mendengar saran, nasihat, dan kritik siapa pun tentang diri kita dengan kejujuran. Keenam, senantiasa meningkatkan komunikasi personal dengan Allah melalui doa dan munajat di tengah malam. Maka insya Allah, siapa pun di antara orang beriman yang melakukan kiat-kiat ini dengan sebaik-baiknya akan lebih terbuka untuk mengenal dirinya sekaligus mengenal Tuhannya. Melalui sifat dan perbuatan Allah sebagaimana tercermin di dalam al-Asma` al-Husna seorang hamba yang beriman dapat mengenal dirinya dan meningkatkan kualitas iman dan amal salehnya kepada sesama umat manusia dengan sifat dan karakter yang lebih mulia. Wa Allah a‘lam bi al-shawab.
---(ooo)---
Dr. Asep Usman Ismail, MA Penulis adalah dosen Ilmu Tasawuf pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi dan Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pengamal Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah, tinggal di Ciputat
Email This BlogThis! Share to X Share to Facebook

0 comments:

Post a Comment

Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)

Sponsored

  • banners
  • banners
  • banners
  • banners

Blog Archive

  • ▼  2014 (13)
    • ▼  March (11)
      • Pengaruh Air Terhadap Kualitas Beton
      • PENUTUP ATAP
      • Free Download Panduan, Software dan Rumus Seputar ...
      • Contoh Perhitungan Desain Pondasi Untuk tangki BBM
      • Contoh Perhitungan Pondasi
      • Contoh Perhitungan Balok Bentang 3m
      • Contoh Perhitungan balok Bentang 5 m
      • Cotoh Perhitungan balok Bentang 3m
      • Mendidik Jiwa
      • Mengenal Diri Melalui Sifat Dan Af'al Allah
      • Meditasi dengan Al Qur’an
    • ►  February (2)

Followers

  • Beranda

Total Pageviews

Powered by Blogger.
  • Beranda
  • Contoh Perhitungan Desain Pondasi Untuk tangki BBM
    Design Pondasi   A. Data teknis ...
  • Free Download Panduan, Software dan Rumus Seputar Civil
    1 . Tutorial SAP 2000 2. Tutorial ETABS 3. Tutorial TEKLA 4. Gambar Ketentuan Penggambaran Beton Bertulang 5. Seminar HAKI (H...
  • Mengenal Diri Melalui Sifat Dan Af'al Allah
    Dalam sebuah hadis yang cukup populer di kalangan kaum Sufi dinyatakan bahwa: ...
  • Contoh Perhitungan balok Bentang 5 m
    BALOK 40/60   BENTANG 5m F'c : 17.5 mm Fy : 390 mm ...
  • Pengaruh Air Terhadap Kualitas Beton
    Kualitas air sangat mempengaruhi kekuatan beton. Kualitas air erat kaitannya dengan bahan-bahan yang terkandung dalam air tersebut. Air dius...
  • Meditasi dengan Al Qur’an
    Dunia pengobatan semenjak dahulu selalu berjalan seiring dengan kehidupan umat manusia. Karena sebagai mahluk hidup, manusia amatlah akrab ...
  • Kata-Kata Motivasi Ippho Santosa
    Kata-Kata Motivasi Ippho Santosa Sehebat-hebatnya GELAR KESARJANAAN, lebih hebat lagi GELAR BARANG DAGANGAN. Yuk dipilih, dipilih :D ...
  • KUMPULAN KATA MOTIVASI MARIO TEGUH
    Jika anda menasehatkan sesuatu yang belum pernah anda lakukan, cepat atau lambat anda akan diuji dengan apa yang anda nasehati. Nasehatkan...
  • Cotoh Perhitungan balok Bentang 3m
    BALOK 40/70   BENTANG 3m F'c : 17.5 mm Fy : 390 mm ...
  • Contoh Perhitungan Balok Bentang 3m
    BALOK 30/50   BENTANG 3m F'c : 17.5 mm Fy : 390 mm ...

About Me

Unknown
View my complete profile

Test Footer 1

Arsip

  • Civil
  • Motivasi
  • Seputar Islam

Test Footer

Blog Archive

  • ▼  2014 (13)
    • ▼  March (11)
      • Pengaruh Air Terhadap Kualitas Beton
      • PENUTUP ATAP
      • Free Download Panduan, Software dan Rumus Seputar ...
      • Contoh Perhitungan Desain Pondasi Untuk tangki BBM
      • Contoh Perhitungan Pondasi
      • Contoh Perhitungan Balok Bentang 3m
      • Contoh Perhitungan balok Bentang 5 m
      • Cotoh Perhitungan balok Bentang 3m
      • Mendidik Jiwa
      • Mengenal Diri Melalui Sifat Dan Af'al Allah
      • Meditasi dengan Al Qur’an
    • ►  February (2)

Blogroll

About

Blogger templates

Blogger news

Test Footer

 

© 2014 My Web Blog
designed by Otto